Selasa, 07 Juni 2011

The Miserable Have No Medicine, But Only Hope


Tertatih dengan kaki yang sedikit diseret berjalan memanggul karung putih lusuh yang selalu disampirkan dibahunya. Karung itu kadang dipanggul, kadang diseret. Seringku melihat karung lusuh itu menggembung kepenuhan karena isinya, dan tak terkadang pula tampak tak berisi walau senja sudah beranjak.  Kurang mengerti apa isinya sudah terjual apa karena harinya sedang sial.
Aku lupa sejak kapan persisnya bertemu orang ini. Awalnya tak pernah kupeduli dengan keberadaannya, tak pernah mau tahu siapa dia. Tapi pertemuan tak sengaja yang intens seperti paman dan keponakan yang membuatku tergerak untuk memberi sedikit tatapan dan segelintir senyum disertai sapaan kecil kepadanya. Orang ini yang sering kutemui saat berangkat kuliah di pagi hari, dan masih bisa kujumpai secara tak sengaja  di jalan ketika senja menghampiri.
Semakin lama semakin terbiasa melihat rutinitas hariannya. Semakin lama semakin hafal ciri-ciri khasnya. Aku bahkan bisa mengenalinya dari kejauhan,dengan tubuh kurus ceking, gaya jalannya yang diseret-seret, karung putih lusuh di punggung.
Orang ini bukan siapa-siapa, dia hanya seorang pemulung tua miskin  yang tampak sangat istimewa di mataku. Dia pekerja keras, sangat keras malahan. Kesempatan untuk memilih pekerjaan lain yang tidak dianugerahkan padanya membuat dia terlihat sangat mencintai pekerjaan yang dia punya.
Pernah kujumpai dia di siang hari  yang terik,sedang duduk kelelahan bersandar di buntalan karungnya yang sedikit menggembung, dengan sebungkus es teh ditangannya yang kotor dan kurus. Tampak sangat kelelahan, itu terlihat dari tarikan napasnya yang cepat dan sedikit bersuara seperti gesekan. Aku tahu dia pasti sedang tidak sehat dan butuh istirahat. Sekedar berhenti sebentar dan bersandar di buntalan karung di bawah terik matahari tak akan cukup meringankan rasa lelahnya. Ada rasa khawatir ketika melihat keadaannya, tapi perasaan itu sirna ketika aku dihadiahi senyum lebar olehnya. Sekejap saja aku merasa dia akan baik-baik saja. Lihatlah, betapa luar biasanya dia.
Pernah pula kami bertemu tanpa sengaja di malam hari disertai hujan yang deras. Ketika itu aku dan sahabat-sahabatku sedang makan diwarung makan, dan dia lewat di depan warung makan masih dengan dengan karung lusuh dipunggungnya, baju tipis yang basah kuyup. Ya Tuhan aku yakin dia pasti belum makan. Tapi dia dengan semngatnya masih mengais-ngais tong sampah,demi mencari uang untuk kelanjutan hidup keluarganya di keesokan hari. Lihatlah bagaimana bertanggung jawabnya dia. Melihatnya seperti itu membuatku sedih, dikesusahannya dia masih tersenyum, masih sanggup membalas sapaaan ketika ada yang menyapa. Raganya memang tampak letih, tapi sorot mata dan suaranya seakan tak pernah pudar. Orang seperti dia memang tak punya obat untuk raga yang rapuh, tapi harapan yang tak terbatas yang selalu bisa menguatkan dia dan kaumnya. Semoga Tuhan berkenan memberi kesehatan dan rejeki yang cukup bagi dia dan keluarganya.
Published in: on March 29, 2011 at 1:35 pm 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar